BeritaWarga.Net,Mojokerto - Sebuah bangunan gudang yang berada di kawasan Jalan Pager Luyung, Kecamatan Gedeg, Kabupaten Mojokerto, disinyalir menjadi bagian dari praktik penyalahgunaan distribusi solar bersubsidi. Lokasi tersebut diduga dimanfaatkan sebagai tempat penampungan sekaligus pengolahan bahan bakar minyak (BBM) yang berasal dari jalur tidak resmi.
Dugaan ini mengarah pada aktivitas terorganisir yang melibatkan jaringan penyalur BBM ilegal. Solar yang disebut berasal dari sumber di luar sistem resmi Pertamina, atau kerap dikenal sebagai minyak “gunung”, diduga dialihkan dan diperdagangkan kembali demi meraup keuntungan besar.
Sejumlah sumber menyebutkan, kegiatan tersebut berjalan cukup lama tanpa hambatan berarti. Minimnya tindakan hukum memunculkan pertanyaan dari masyarakat terkait efektivitas pengawasan dan penegakan hukum di wilayah tersebut.
Tekanan publik pun menguat agar Polres Mojokerto segera mengambil langkah konkret dan transparan dalam mengusut dugaan penyimpangan solar subsidi, tanpa adanya perlakuan khusus terhadap pihak mana pun.
Nama PT Baltrans Buana Mandiri turut mencuat dalam rangkaian informasi yang beredar. Perusahaan tersebut disebut-sebut memiliki keterkaitan dalam rantai distribusi BBM yang diduga tidak hanya beroperasi di Mojokerto, tetapi juga terhubung dengan wilayah lain seperti Bojonegoro dan Tulungagung. Meski isu ini telah beberapa kali mencuat, penanganannya dinilai belum memberikan kepastian hukum.
Seorang informan berinisial A.B. mengungkap adanya indikasi manipulasi administrasi armada pengangkut BBM. Ia menyebutkan bahwa identitas perusahaan yang tertera pada badan tangki tidak selaras dengan data kepemilikan kendaraan. “Nama perusahaan tercantum di tangki, tetapi STNK atas nama pihak berbeda,” ungkapnya.
Berdasarkan pantauan di lapangan, solar yang diduga diambil dari wilayah Bojonegoro diangkut menggunakan tangki berwarna biru-putih berlabel BBM non-subsidi, kemudian diarahkan ke gudang di Pager Luyung, Gedeg, Mojokerto.
Jika terbukti, praktik tersebut berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang mengatur sanksi pidana maksimal 10 tahun penjara serta denda hingga Rp60 miliar.
Pasca pemberitaan mengenai dugaan ini beredar, beberapa jurnalis mengaku menerima pesan bernada ancaman dari nomor tak dikenal melalui aplikasi WhatsApp.
Pengirim pesan bahkan mengklaim sebagai aparat, sehingga tindakan tersebut dinilai sebagai bentuk intimidasi terhadap kebebasan pers.
Sampai berita ini dipublikasikan, pihak perusahaan yang disebut dalam laporan belum memberikan tanggapan atau klarifikasi, meskipun upaya konfirmasi telah dilakukan berulang kali.
Masyarakat kini menunggu langkah nyata aparat penegak hukum. Kapolres Mojokerto diharapkan bertindak profesional dan independen, sementara Kapolda Jawa Timur diminta untuk menurunkan tim khusus guna melakukan penyelidikan langsung ke lokasi yang diduga menjadi pusat aktivitas ilegal tersebut.
